Cari Blog Ini

Kamis, 26 April 2012

Barca Tak Kuasa Melawan 'kutukan'



VIVAbola - Barcelona tak kuasa melawan kutukan Liga Champions. Tiki-taka, penguasaan bola, banyak

peluang dan bermain cantik, seakan tidak berguna ketika Barcelona disingkirkan Chelsea di semifinal Liga

Champions.


Unggul jumlah pemain dan unggul 2-1 di babak pertama, Barcelona sepertinya akan melangkah ke final Liga

Champions untuk kali ketiga dalam empat tahun terakhir. Namun, takdir berkata lain. Babak kedua di Camp

Nou menjadi anti-klimaks bagi Azulgrana.


Dua kali tendangan Lionel Messi membentur mistar gawang, salah satunya adalah penalti yang gagal

dikonversi menjadi gol Pemain Terbaik Dunia 2010 dan 2011 pada menit ke-49. Penguasaan bola hingga

83 persen dan 23 tendangan ke gawang menjadi sia-sia bagi Barcelona.


Justru Chelsea yang mampu mencetak gol pembunuh saat injury time babak kedua melalui Fernando Torres.

Barcelona pun harus tersingkir di semifinal setelah kalah dengan agregat 2-3 dari Chelsea.


"Terkadang sepakbola tidak adil. Tapi, jika ada suatu cara Anda ingin kalah, yang tepat adalah seperti ini,

karena kami bersikap jujur dengan gaya bermain kami," ujar gelandang Barcelona, Cesc Fabregas, seperti

dikutip dari situs resmi UEFA.


Jika dilihat dari statistik pertandingan dan permainan yang diperlihatkan Barcelona, Fabregas pantas

mengatakan Blaugrana tidak mendapat hasil yang adil. Namun sekali lagi, sepakbola bukan masalah statistik.

Tim yang bermain indah dan memiliki penguasaan bola lebih baik, belum tentu menjadi pemenang.


Dijegal Dua Kutukan

Setidaknya ada dua kutukan yang gagal ditaklukkan Barcelona dan Lionel Messi saat leg kedua semifinal

melawan Chelsea. Bagi Barcelona, klub yang berdiri pada 29 November 1899 tersebut gagal menjadi tim

pertama yang mempertahankan gelar Liga Champions.


Belum pernah ada tim yang mampu mempertahankan gelar Liga Champions sejak turnamen ini 

diperkenalkan pada 1993. Tim terakhir yang mampu melakukannya adalah AC Milan (1989 dan 1990) saat

masih bernama Piala Champions.


Kutukan kedua harus dirasakan Messi. Striker internasional Argetina itu selalu gagal membobol gawang

Chelsea dari delapan pertemuan di Liga Champions. Messi pun hanya bisa menutup mukanya wajahnya

dengan seragamnya.


Pantas kiranya Messi menjadi pemain Barcelona yang paling kecewa dengan kegagalan di semifinal.

Pasalnya, selain gagal mengkonversi penalti, Messi juga sadar dirinya menjadi tumpuan tim ketika Barcelona

frustrasi menembus pertahanan bertumpuk Chelsea.


Namun, meski mengkonversi penalti menjadi gol, pelatih Barcelona Josep Guardiola enggan menyalahkan

Messi. Guardiola menilai Messi tetap menjadi bintang Blaugrana.


"Saya hanya berterima-kasih padanya atas segalanya yang telah dia (Messi) lakukan. Kekaguman saya

padanya tak bisa dilukiskan, karena dia kami bisa berada di sini," tegas Guardiola.


Kepandaian Di Matteo




Ketika Terry mendapat kartu merah karena melanggar Alexis Sanchez menggunakan dengkul dari belakang,

banyak orang pasti berpikir lini pertahanan Chelsea akan keropos. Terlebih Gary Cahill sudah meninggalkan

lapangan lebih dulu di awal babak pertama karena cedera hamstring.


Bersama duet Terry-Cahill, Chelsea tidak pernah kebobolan di lima pertandingan terakhir. Bersama

keduanya di jantung pertahanan, The Blues juga tidak pernah menelan kekalahan di delapan pertandingan

terakhir.


Namun, tidak percuma Di Matteo terlahir sebagai pemain Italia. Darah Catenaccio pun mengalir di nadinya.

Insting bertahan langsung dikeluarkan pelatih 41 tahun tersebut ketika Terry diusir wasit.


Langkah pertama yang dilakukan Di Matteo adalah memanggil Jose Bosingwa yang menggantikan Cahill di

awal babak pertama. Bosingwa kemudian diperintahkan Di Matteo untuk menemani Branislav Ivanovic di

jantung pertahanan. Ramires pun ditarik menjadi bek kanan.


Di awal perubahan sistem tersebut, para pemain Chelsea sempat kebingungan hingga lahirnya gol yang

dicetak Andres Iniesta. Tapi, setelah itu Barcelona dibuat frustrasi dengan strategi bertahan yang diterapkan

Chelsea.


Di babak kedua pertahanan grendel yang diperlihatkan Chelsea semakin menjadi-jadi. Bahkan Didier

Drogba lebih banyak berperan sebagai bek kiri membantu Ashley Cole sebelum akhirnya diganti Fernando

Torres.


Strategi yang diterapkan Di Matteo dalam dua leg semifinal melawan Barcelona memang dianggap pragmatis

dan membosankan, namun pelatih yang menggantikan Andre Villas-Boas pada Maret 2012 lalu tersebut

sukses membawa Chelsea melangkah ke final Liga Champions.


"Cara kami bermain dan bertahan, kami menunjukkan keinginan besar mencapai final. Kami juga

mendapatkan sedikit keberuntungan. Untuk memenangkan trofi, Anda membutuhkan itu semua," tegas Di

Matteo usai pertandingan.


Tanpa Empat Pilar

Sayang, Chelsea harus tampil di final yang berlangsung di Allianz Arena, Jerman, 19 Mei 2012, tanpa empat

pemain intinya. Selain Terry yang mendapat kartu merah, Chelsea juga tidak akan diperkuat Ramires, Raul 

Meireles dan Branislav Ivanovic karena akumulasi kartu kuning.


Menanggapi absennya empat pemain tersebut, Di Matteo belum mau memikirkannya. Mantan pelatih West

Bromwich Albion hanya mengatakan, "Kami semua manusia biasa, dan semua orang bisa melakukan

kesalahan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar